Jenis stress
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan stress menjadi dua, yaitu:
1.Eustress
Hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termauk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.Distress
Hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Holahan (1981) menyebutkan jenis stress menjadi dua bagian, yaitu:
1.Systemic stress
Respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Kondisi-kondisi lingkungan yang menyebabkan stress antara lain racun kimia atau temperature ekstrim, sebagai stressor (Selye dalam Holahan, 1981)
2.Psychological stress
Terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan coping-nya (Lazarus dalam Holahan, 1981). Sebuah situasi dapat terlihat sebagai ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melibatkan hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan pendapatan dan sebagainya (dalam Heimstra & McFarling, 1978)
Stress lingkungan
Lazarus & Folkman (dalam Baron & Byrne, 1991) mengidentifikasikan stress lingkungan sebagai ancaman-ancaman yang dating dari dunia sekitar. Setiap individu selalu mencoba untuk coping dan beradaptasi dengan ketakutan, kecemasan, dan kemarahan yang dimilikinya.
Fontana (1989) menyebutkan bahwa stress lingkungan berasal dari sumber yang berbeda-beda seperti tetangga yang rebut, jalan menuju bangunan tempat kerja yang mengancam nilai atau kenikmatan salah satu milik/kekayaan, dan kecemasan financial atas ketidakmampuan membayar pengeluaran-pengeluaran rumah tangga.
Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) mrengartikan stress lingkungan dalam tiga factor, yaitu:
a.Stressor
b.Penerimaan individu terhadap stressor yang dianggap sebagai ancaman
c.Dampak stressor pada organisme
Fontana (1989) menyebutkan sumber utama stress di dalam dan di sekitar rumah adalah:
a.Stress karena teman kerja (partner)
b.Stress karena anak-anak
c.Stress karena pengaturan tempat tinggal setempat
d.Tekanan-tekanan lingkungan
sumber:
kasturi82.blogspot.com/2009/04/jenis-jenis-stres.html
elearning.gunadarma.ac.id/...lingkungan/bab7-stres_lingkungan.pdf
Stress,,,,
by Vivi Adrianty Lestari, April 12, 2011
Pengertian stress:
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976).
Stress merupakan hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya (Lazarus dan Folkman, 1994).
Stress dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaan individu terhadap penyakiy (Rahe, 1975)
Model stres
1.Psikomotik stress
Dalam mengahadapi konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi badaniah. Gejala-gejala yang sebagian besar mengganggu fungsi faal yang berlebihan sebagai akibat manifestasi. Psikosomatik dapat membantu banyak dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit atau gangguannya.
Sebab-sebab psikosomatik:
a.Penyakit organic yang pernah diderita dapat menimbulkan predisposisi untuk timbulnya gangguan psikomotorik pada bagian tubuh yang pernah sakit.
b.Merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar diidentifikasikan.
c.Tradisi dan adapt istiadat dalam keluarga atau lingkungan dapat mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu.
d.Suatu emosi yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah tertentu.
e.Konflik dan gangguan jiwa yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah biasanya hanya pada suatu alat tumbuh saja.
Jenis gangguan dibagi menurut organ yang paling terkena, sebagai berikut:
a.Kulit
Pada dasarnya gangguan stress atau emosi dapat menimbulkan gangguan pada kulit. Hal ini telah lama diketahui. Beberapa penyelidikan juga telah dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana reaksi kulit terhadap kesukaran penyesuaian diri terhadap stress.
b.Otot dan tulang
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemukan seseorang yang mengalami nyeri otot selain disebabkan faktor hawa dan pekerjaan juga disebabkan oleh faktor emosi. Karena tekanan psikologik maka tonus otot akan meninggi dan penderita mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung. Ketegangan otot ini dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sendi.
c.Saluran pernapasan
Gangguan psikosomatik yang timbul dari saluran pernapasan seperti asma bronkiale dengan bermacam-macam keluhannya, kecemasan dapat menimbulkan serangan asma.
d.Jantung dan pembuluh darah.
Pada saat mengalami stress biasanya seseorang merasakan bahwa jantungnya berdebat-debar . Stress yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah. Gangguan yang mungkin saja timbul seperti hipertensiosensial, sakit kepala vaskuler dan migrain.
2.Adaptasi model
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah:
a.Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
b.Berkenaan dengan praktik dan norma kelompok sebaya individu.
c.Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor.
Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor:
a.Adaptasi fisiologis/biologis
Pada dasarnya disetiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan yang bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan tubuh untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari faktor internal. Mekanisme ini bekerja dengan sendirinya dan akan berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya berfungsi dalam kondisi yang tidak normal.
b.Adaptasi psikologis
Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi, terancam, tak tentram yang semuanya itu berdampak pada munculnya suatu kontak konflik dalam jiwa mereka. dan konflik tersebut diekspresikan dalam bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang dapat membuat orang tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang dihadapinya.
c.Adaptasi sosial budaya
Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-,masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.
d.Adaptasi spiritual
Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.
3.Lingkungan sosial model
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.
4.Proses model
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.
Sumber: http://akperunipdu.blogspot.com/
PRIVASI
by Vivi Adrianty Lestari, April 05, 2011
A.
Pengertian
Privasi
Altman (1975)
menjabarkan beberapa fungsi privasi, antara lain:
1. Privasi
adalah pengatur dan diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya
bersama-sama dengan orang lain,
Privasi dibagi 2, yaitu
a) Privasi
rendah, yang terjadi bila hubungan dengan orang lain yang dikehendaki,
b) Privasi
tinggi, yang terjadi bila hubungan dengan orang lain dikurangi.
2. Merencanakan
dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman
atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain,
3. Memperjelas
identitas diri.
Untuk mencapai macamnya
privasi, maka ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku,
yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut:
1. Peilaku
verbal
Perilaku ini dilakukan
dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain
boleh berhubungan dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.
2. Perilaku
non verbal
Perilaku ini dilakukan
dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda
senang atau tidak senang. Misalnya seseorang akan menjauh dan membentuk jarak
dengan orang lain, membuang muka ataupaun terus menerus melihat waktu yang
menandakan bahwa dia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, begitu juga
sebaliknya.
3. Mekanisme
kultural
Budaya mempunyai
bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan
atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak
orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo
Hartono, 1986)
4. Ruang
personal
Adalah salah satu
mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu.penelitian menunjukkan bahwa
individu yang mempunyai kecenderungan berafiliasi tinggi, ekstrovert atau yang
mempunyai sifat hangat dalam berhubungan interpersonal mempunyai ruang personal
yang lebih kecil daripada individu yang introvert (Gillford, 1987).
5. Teritorialitas
Kalau mekanisme ruang
personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antara
dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata
dengan tempat yang relatif tetap.
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Privasi
Terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi privasi, antara lain:
1. Faktor
Personal
Walden dan
kawan-kawannya (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin
dalam privasi. Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditemukan
bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon perbedaan
keadaan antara ruangan yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi tiga
orang. Dalam hubungnnya dengan privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang
berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempermasalahkan keadaan dalam
dua ruangan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik
daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.
2. Faktor
situasional
Penelitian Marshall
(dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa
tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh seting
rumah. Seting ruamh disini sangat berhubungan seberapa sering para penghuni
berhubungan dengan orang, jarak antara rumah dan banyaknya tetangga sekitar
rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat
melihat banyak rumah lain di sekitarnya dari jendela dikatan memiliki kepuasan
akan privasi yang lebih besar.
3. Faktor
budaya
Penemuan dari beberapa
peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick
pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa
dan Bali) memandang bahwa pada tiap-tipa budaya tidak ditemukan adanya
perbedaan dalam banyaknya pprivasi yang diiginkan, tetapi sangat berbeda dalam
cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
C. Pengaruh Privasi terhadap Perilaku
Altman (1975)
menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk
mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial.
Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia
akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus
sendiri.
Privasi juga berfungsi
mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri
(Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri
ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial
dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang
lain, kita akan memberika informasi yang negatif tentang kompetisi pribadi kita
(Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses
deindividuasi (Sarwono, 1992)
D.
Privasi
dalam Konteks Budaya
Altman (1975) “ruang
keluarga” di dalam rumah pada rumah-rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat
umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Rumah-rumah
di sana, menggunakan ruang-ruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur, dan
kamar mandi sebagai tempat untuk menyendiri dan tempat untuk berpikir. Dengan
cara itu seseorang yang tidak memiliki cukup ruang di dalam rumah dapat
memperoleh privasi secara maksimal. Untuk mencapai privasi yang berbeda kita
harus pergi ke suatu tempat lain. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki
ruang yang sama untuk beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan
kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak perlu mengubah tempat.
Prinsip ini telah digunakan oleh orang Jepang, dimana di dalam rumah dinding
dapat dipindah-pindahkan keluar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama
mungkin dapat difungsikan untuk makan, tidur, dan interaksi sosial dalam waktu
yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah
diubah-ubah tersebut adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap
perubahan kebutuhan privasi.
Sumber : elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab6-privasi.pdf