A.
Pengertian
Privasi
Altman (1975)
menjabarkan beberapa fungsi privasi, antara lain:
1. Privasi
adalah pengatur dan diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya
bersama-sama dengan orang lain,
Privasi dibagi 2, yaitu
a) Privasi
rendah, yang terjadi bila hubungan dengan orang lain yang dikehendaki,
b) Privasi
tinggi, yang terjadi bila hubungan dengan orang lain dikurangi.
2. Merencanakan
dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman
atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain,
3. Memperjelas
identitas diri.
Untuk mencapai macamnya
privasi, maka ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku,
yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut:
1. Peilaku
verbal
Perilaku ini dilakukan
dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain
boleh berhubungan dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.
2. Perilaku
non verbal
Perilaku ini dilakukan
dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda
senang atau tidak senang. Misalnya seseorang akan menjauh dan membentuk jarak
dengan orang lain, membuang muka ataupaun terus menerus melihat waktu yang
menandakan bahwa dia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, begitu juga
sebaliknya.
3. Mekanisme
kultural
Budaya mempunyai
bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan
atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak
orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo
Hartono, 1986)
4. Ruang
personal
Adalah salah satu
mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu.penelitian menunjukkan bahwa
individu yang mempunyai kecenderungan berafiliasi tinggi, ekstrovert atau yang
mempunyai sifat hangat dalam berhubungan interpersonal mempunyai ruang personal
yang lebih kecil daripada individu yang introvert (Gillford, 1987).
5. Teritorialitas
Kalau mekanisme ruang
personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antara
dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata
dengan tempat yang relatif tetap.
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Privasi
Terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi privasi, antara lain:
1. Faktor
Personal
Walden dan
kawan-kawannya (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin
dalam privasi. Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditemukan
bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon perbedaan
keadaan antara ruangan yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi tiga
orang. Dalam hubungnnya dengan privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang
berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempermasalahkan keadaan dalam
dua ruangan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik
daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.
2. Faktor
situasional
Penelitian Marshall
(dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa
tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh seting
rumah. Seting ruamh disini sangat berhubungan seberapa sering para penghuni
berhubungan dengan orang, jarak antara rumah dan banyaknya tetangga sekitar
rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat
melihat banyak rumah lain di sekitarnya dari jendela dikatan memiliki kepuasan
akan privasi yang lebih besar.
3. Faktor
budaya
Penemuan dari beberapa
peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick
pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa
dan Bali) memandang bahwa pada tiap-tipa budaya tidak ditemukan adanya
perbedaan dalam banyaknya pprivasi yang diiginkan, tetapi sangat berbeda dalam
cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
C. Pengaruh Privasi terhadap Perilaku
Altman (1975)
menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk
mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial.
Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia
akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus
sendiri.
Privasi juga berfungsi
mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri
(Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri
ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial
dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang
lain, kita akan memberika informasi yang negatif tentang kompetisi pribadi kita
(Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses
deindividuasi (Sarwono, 1992)
D.
Privasi
dalam Konteks Budaya
Altman (1975) “ruang
keluarga” di dalam rumah pada rumah-rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat
umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Rumah-rumah
di sana, menggunakan ruang-ruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur, dan
kamar mandi sebagai tempat untuk menyendiri dan tempat untuk berpikir. Dengan
cara itu seseorang yang tidak memiliki cukup ruang di dalam rumah dapat
memperoleh privasi secara maksimal. Untuk mencapai privasi yang berbeda kita
harus pergi ke suatu tempat lain. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki
ruang yang sama untuk beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan
kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak perlu mengubah tempat.
Prinsip ini telah digunakan oleh orang Jepang, dimana di dalam rumah dinding
dapat dipindah-pindahkan keluar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama
mungkin dapat difungsikan untuk makan, tidur, dan interaksi sosial dalam waktu
yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah
diubah-ubah tersebut adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap
perubahan kebutuhan privasi.
Sumber : elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab6-privasi.pdf
Add your comment